Jumat, 25 September 2009

'isfi gresik' standar pelayanan kefarmasian di apotek

Page 1
615.4
Ind
p
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK
KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
DIREKTORAT JENDERAL
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2006
Page 2
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi
………………………………………………………………
……….. i
Kata Pengantar
……………………………………………………………….
ii
Kata Sambutan Direktur Jenderal
Pelayanan Kefarmasian den Alkes …….
………………………..............
iii
Keputusan Menteri Kesehatan Rl
No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
Tanggal 15 September 2004 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.......................................... ...
v
Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pelayanan
Kefarmasian dan Alkes Tentang Tim
Penyusunan .........………..............
.viii
Bab. I Pendahuluan
1. Latar
belakang ................................................................
.
1
2. Tujuan
…………………………………….............................
2
3. Pengertian .
…………………………....................................
2
Bab. ll Pengelolaan Sumber Daya
1. Sumber Daya
Manusia ...............................................…..
4
2. Sarana dan
Prasarana .................................................….
4
3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan
lainnya ......................................................... ..
5
4.
Administrasi ........................................................
..........…
6
Bab. lll Pelayanan
1. Pelayanan
Resep ............................................................
7
2. Promosi den
Edukasi ..................................................…..
9
3. Residensial (Home Care)
................................................
9
Bab. IV Evaluasi Mutu
Pelayanan ......................................................
10
Bab. V
Penutup .................................................................
.................
11
Daftar Pustaka
…………………………………………………..................
12
i
Page 3
KATA PENGANTAR
Pembangunan di bidang kesehatan
mempunyai visi Indonesia Sehat
2010.
Untuk mewujudkan visi tersebut
ditetapkan misi pembangunan
kesehatan yang
salah satunya adalah menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan
yang
bermutu. Untuk itu diperlukan
perubahan dalam sistem pelayanan
kesehatan
termasuk di dalamnya pelayanan
kefarmasian.
Pada saat ini orientasi paradigma
pelayanan kefarmasian telah
bergeser dari
pelayanan obat (drug oriented)
menjadi pelayanan pasien (patient
oriented)
dengan mengacu kepada
Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan yang
tadinya hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi
berubah
menjadi pelayanan yang
komprehensif dengan tujuan untuk
meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut maka apoteker
dituntut untuk
selalu meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya agar mampu
berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lain secara aktif,
berinteraksi langsung
dengan pasien di samping
menerapkan keilmuannya di bidang
farmasi.
Berdasarkan hal tersebut,
Departemen Kesehatan bekerja sama
dengan Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) telah
menyusun Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
Buku Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek ini merupakan suatu
pedoman
praktik Apoteker di Apotek untuk
meningkatkan mutu pelayanan.Kami
menyadari
masih banyak kekurangan dalam
penyusunan buku ini, oleh karena itu
kritik dan
saran dari pembaca sangat kami
harapkan. Akhir kata kami
menyampaikan
terima kasih yang sebesar besarnya
kepada semua pihak yang telah
berperan
aktif dalam penyusunan buku
standar ini.
Jakarta, Oktober 2004
Direktur Bina Farmasi Komunitas dan
Farmasi Klinik
Drs. Abdul Muchid, Apt.
NIP. 140 088.411
ii
Page 4
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN
KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
Pertama-tama marilah kita
memanjatkan puji dan syukur
kehadiran Allah SWT,
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya
telah dapat disusun “Standar
pelayanan
Kefarmasian di Apotek” yang
merupakan salah satu upaya dalam
menata sistem
pelayanan kefarmasian kita
khususnya di farmasi komunitas.
Di dalam Sistem Kesehatan Nasional
diketahui bahwa “Sub sistem obat
dan
perbekalan kesehatan adalah tatanan
yang menghimpun berbagai upaya
yang
menjamin ketersediaan, pemerataan
serta mutu obat dan perbekalan
kesehatan
secara terpadu dan saling
mendukung dalam rangka
tercapainya derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya”.
Dan salah satu prinsip
penyelenggaraan sub
sistem obat dan perbekalan
kesehatan adalah “Pelayanan obat
dan perbekalan
kesehatan diselenggarakan secara
rasional dengan memperhatikan
aspek mutu,
manfaat, harga, kemudahan diakses,
serta keamanan bagi masyarakat dan
lingkungannya”.
Bertitik tolak dari arahan yang telah
ditetapkan di dalam Sistem Kesehatan
Nasional tersebut, tentu untuk
pencapaiannya diperlukan berbagai
langkah dan
upaya yang terencana dan
sistematis. Secara jujur harus diakui
bahwa saat ini
peran dan fungsi dari pelayanan
kefarmasian secara umum dan
khususnya
pelayanan kefarmasian di apotek
masih belum begitu dirasakan oleh
masyarakat. Salah satu yang menjadi
faktor penyebab hal ini adalah mutu
pelayanan yang diberikan oleh
apoteker di apotek masih belum
optimal.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian di apotek ini, salah satu
langkah dan upaya yang dilakukan
adalah dengan membuat "Standar
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek".
Tentu saja standar ini tidak akan
berarti apa apa bila tidak ada
komitmen dan
kemauan dari para Apoteker
Pengelola Apotek dan stake holder
untuk
menjalankannya.
iii
Page 5
Akhirnya saya mengucapkan terima
kasih kepada tim penyusun buku
Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek ini
serta pihak pihak lain yang telah ikut
membantu dalam penyusunan. Dan
semoga buku standar ini akan
bermanfaat
bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2004
Direktur Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alkes
Drs. H.M Krissna Tirtawidjaja, Apt
NIP. 140 073 794
iv
Page 6
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
TENTANG
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN Dl APOTEK
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
MENIMBANG : bahwa dalam rangka
meningkatkan mutu dan efisiensi
pelayanan kefarmasian yang
berasaskan Pharmaceutical
Care perlu menetapkan standar
pelayanan Kefarmasian
dengan Keputusan Menteri.
MENGINGAT : 1.Undang Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan
Lembaran Negara Rl Nomor 3495);
2.Undang - Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
3.Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
1980 tentang
perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 1965
tentang Apotek;
v
Page 7
4. Peraturan Pemerintah Nomor. 72
Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan
Lembaran Negara Rl Nomor 3781);
5 Peraturan Pemerintah Nomor. 25
Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran
Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
6. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1747/Menkes/SK/XII/2000 tentang
Pedoman Penetapan
Standar Pelayanan Bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota;
7. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1277/Menkes/SK/X/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan;
8. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1332/Menkes/SK/IX/2002 tentang
Perubahan atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan
Pemberian Izin Apotek;
9. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002 tentang
Perubahan atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993 tentang
Pedagang Besar
Farmasi;
10. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1331/Menkes/SKIX/2002 tentang
Perubahan Peraturan
Menkes Nomor 167/Kab/B.VII/1972
tentang Pedagang
Eceran Obat ;
vi
Page 8
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
PERTAMA
:
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI
APOTEK
KEDUA
:
Standar Pelayanan Kefarmasian
dimaksud Diktum
Pertama sebagaimana tercantum
dalam lampiran
Keputusan ini.
KETIGA
:
Semua tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan
tugas profesinya di apotek agar
mengacu pada
standar sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan
ini.
KEEMPAT
:
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan
pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan
Keputusan ini dengan melibatkan
organisasi profesi.
KELIMA
: Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 15 September 2004
MENTERI KESEHATAN,
DR> ACHMAD SUJUDI
vii
Page 9
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN
KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN DEPKES
REPUBLIK INDONESIA
Nomor HK.00.DJ.IV.117
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUNAN
STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN Dl
APOTEK
MENIMBANG : a. bahwa untuk
meningkatkan pelayanan
kefarmasian di
Apotek, perlu dibuat Standar
Pelayanan Kefarmasian di
Apotek;
b. bahwa untuk menyusun standar
pelayanan tersebut,
perlu dibuat Tim Penyusun Standar
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
MENGINGAT : 1. Undang Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor
3495);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 1980 tentang
perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 1965
tentang Apotek;
3. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 102
Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja
Departemen;
4. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 109
Tahun 2001 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I
Departemen;
5. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Rl
Nomor
1277/Menkes/SK/X/2001 tentang
Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan.
viii
Page 10
M E M U T U S K A N
MENETAPKAN : Keputusan Direktur
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan
Alat Kesehatan tentang Pembentukan
Tim Penyusunan
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
PERTAMA
: Pembentukan Tim Penyusunan
Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Penasehat : Drs. Holid Djahari, Apt,MM.
Penanggung Jawab : Drs. M. Dwidjo
Susono, Apt, SE.
Ketua
: Drs. Mulyadi, Apt, MM.
Wakil Ketua
: Dra. Pangestuti Soepojo, Apt, MKes.
Sekretaris : Dra. Fatimah Umar, Apt,
MM.
Anggota : Dra. Nur Ratih Purnama,
Apt, M.Si
Drs. Masrul, Apt.
Drs. Moh. Hud, Apt, MM.
Dra. Ery Kusumawati, Apt.
Drs. Arel Iskandar, Apt, MM.
Sri Bintang Lestari, Ssi, Apt.
Founy Meutia, Ssi, Apt.
Sekretaris : Siti Martati
Chaeruddin
KEDUA
: Tim bertugas menyusun Standar
Pelayanan Farmasi di
Apotek.
KETIGA
: Dalam melakukan tugasnya Tim
bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan.
ix
Page 11
KEEMPAT
: Surat Keputusan ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan dan
apabila terdapat kekeliruan dan
perubahan akan diatur dan
ditinjau kembali.
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal November 2002
Direktur Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Drs. Holid Djahari, Apt, MM
NIP. 140024279
x
Page 12
Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004
Tanggal 15 September 2004
STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN Dl APOTEK
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini
telah bergeser orientasinya dari obat
ke
pasien yang mengacu kepada
Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan
kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat
sebagai
komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari
pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker dituntut
untuk
meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku agar dapat
melaksanakan interaksi langsung
dengan pasien. Bentuk interaksi
tersebut
antara lain adalah melaksanakan
pemberian informasi, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumerotasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan
menyadari
kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam
proses pelayanan. Oleh sebab itu
apoteker dalam menjalankan praktik
harus
sesuai standar. Apoteker harus
mampu berkomunikasi dengan
tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung
penggunaan
obat yang rasional.
Sebagai upaya agar para apoteker
dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, Ditjen
Yanfar dan Alkes, Departemen
Kesehatan
bekerja sama dengan Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun
standar pelayanan kefarmasian di
apotek. Hal ini sesuai dengan standar
kompetensi apoteker di apotek untuk
menjamin mutu pelayanan
kefarmasian
kepada masyarakat.
1
Page 13
2. Tujuan
Standar Pelayanan Kefarmasian di
apotek disusun:
2.1. Sebagai pedoman praktik
apoteker dalam menjalankan profesi.
2.2. Untuk melindungi masyarakat
dari pelayanan yang tidak
profesional
2.3. Melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefarmasian
3. Pengertian
3.1. Apotek adalah tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat.
3.2. Apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus pendidikan profesi
dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan
berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker.
3.3. Sediaan farmasi adalah obat,
bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika
3.4. Perbekalan kesehatan adalah
semua bahan selain obat dan
peralatan
yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
3.5. Alat kesehatan adalah bahan,
instrumen aparatus, mesin, implan
yang
tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat
orang sakit serta memulihkan
kesehatan pada manusia dan/atau
untuk
membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
3.6. Resep adalah permintaan tertulis
dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan
kepada apoteker untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
3.7. Perlengkapan apotek adalah
semua peralatan yang dipergunakan
untuk melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasian di apotek.
3.8. Pharmaceutical care adalah bentuk
pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
2
Page 14
3.9. Medication record adalah catatan
pengobatan setiap pasien.
3.10. Medication error adalah kejadian
yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam
penanganan tenaga kesehatan yang
sebetulnya dapat dicegah.
3.11. Konseling adalah suatu proses
komunikasi dua arah yang sistematik
antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan obat
dan pengobatan.
3.12. Pelayanan residensial (Home
Care) adalah pelayanan apoteker
sebagai care giver dalam pelayanan
kefarmasian di rumah-rumah
khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan
terapi kronis lainnya.
3
Page 15
BAB II
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang
berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional.
Dalam pengelolaan apotek, apoteker
senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan
memberikan
pelayanan yang baik, mengambil
keputusan yang tepat, mampu
berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan
dalam
situasi multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu
belajar sepanjang karier dan
membantu memberi pendidikan dan
memberi
peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
2. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang
dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat
papan petunjuk yang dengan jelas
tertulis kata apotek. Apotek harus
dapat dengan mudah diakses oleh
anggota masyarakat. Pelayanan
produk kefarmasian diberikan pada
tempat
yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk
lainnya, hal ini
berguna untuk menunjukkan
integritas dan kualitas produk serta
mengurangi
resiko kesalahan penyerahan.
Masyarakat harus diberi akses secara
langsung dan mudah oleh apoteker
untuk memperoleh informasi dan
konseling.
Lingkungan apotek harus dijaga
kebersihannya. Apotek harus bebas
dari
hewan pengerat, serangga. Apotek
memiliki suplai listrik yang konstan,
terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
1. Ruang tunggu yang nyaman bagi
pasien.
2. Tempat untuk mendisplai informasi
bagi pasien, termasuk penempatan
brosur/materi informasi.
3. Ruangan tertutup untuk konseling
bagi pasien yang dilengkapi dengan
meja dan kursi serta lemari untuk
menyimpan catatan medikasi pasien.
4
Page 16
4. Ruang racikan.
5. Tempat pencucian alat.
Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak
penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang
tersusun dengan rapi, terlindung dari
debu,kelembaban dan cahaya yang
berlebihan serta diletakkan pada
kondisi
ruangan dengan temperatur yang
telah ditetapkan.
3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan
perundangan yang berlaku meliputi:
perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan.
Pengeluaran obat
memakai sistim FIFO (first in first out)
dan FEFO (first expire first out)
3.1 Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan
pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan :
a. Pola penyakit.
b. Kemampuan masyarakat.
c. Budaya masyarakat.
3.2 Pengadaan.
Untuk menjamin kualitas pelayanan
kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3.3 Penyimpanan.
1. Obat/bahan obat harus disimpan
dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat
dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada
wadah baru, wadah sekurang-
kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal
kadaluarsa.
2. Semua bahan obat harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, layak
dan menjamin kestabilan bahan.
5
Page 17
4. Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi:
4.1. Administrasi Umum.
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4.2. Administrasi Pelayanan.
Pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat.
6
Page 18
BAB II
PELAYANAN
1. Pelayanan Resep
1.1 Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep
meliputi :
1.1.1 Persyaratan Administratif :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis
resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan berat badan pasien
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya
1.1.2 Kesesuaian farmasetik : bentuk
sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
lama pemberian
1.1.3 Pertimbangan klinis : adanya
alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
dan lain lain). Jika
ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan
memberikan
pertimbangan dan alternatif
seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.
1.2. Penyiapan obat.
1.2.1. Peracikan.
Merupakan
kegiatan
menyiapkan
menimbang,
mencampur, mengemas dan
memberikan etiket pada
wadah.
Dalam melaksanakan peracikan obat
harus dibuat suatu
prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket
yang benar.
7
Page 19
1.2.2. Etiket.
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3. Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang
cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4. Penyerahan Obat.
Sebelum obat diserahkan pada pasien
harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan
resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker disertai
pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien.
1.2.5. Informasi Obat.
Apoteker harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias,
etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya
meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas
serta makanan dan
minuman yang harus dihindari
selama terapi.
1.2.6. Konseling.
Apoteker harus memberikan
konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk
penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC,asma dan
penyakit kronis lainnya, apoteker
harus memberikan konseling
secara berkelanjutan.
1.2.7. Monitoring Penggunaan Obat.
Setelah penyerahan obat kepada
pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, terutama untuk
pasien tertentu seperti kardiovasku-
lar, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit kronis lainnya.
8
Page 20
2. Promosi dan Edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, apoteker harus
memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri (swamedikasi)
untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai dan
apoteker
harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker
ikut
membantu diseminasi informasi,
antara lain dengan penyebaran
leaflet /
brosur, poster, penyuluhan, dan lain
lainnya.
3. Pelayanan Residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver
diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.
Untuk
aktivitas ini apoteker harus membuat
catatan berupa catatan pengobatan
(medication record).
9
Page 21
BAB IV
EVALUASI MUTU PELAYANAN
Indikator yang digunakan untuk
mengevaluasi mutu pelayanan
adalah:
1. Tingkat kepuasan konsumen :
dilakukan dengan survei berupa
angket atau wawancara langsung.
2. Dimensi waktu
: lama pelayanan diukur dengan
waktu
( yang telah ditetapkan).
3. Prosedur Tetap ( Protap )
: Untuk menjamin mutu pelayanan
sesuai standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap
bermanfaat untuk:
• Memastikan bahwa praktik yang
baik dapat tercapai setiap saat;
• Adanya pembagian tugas dan
wewenang;
• Memberikan pertimbangan dan
panduan untuk tenaga kesehatan lain
yang bekerja di apotek;
• Dapat digunakan sebagai alat untuk
melatih staf baru;
• Membantu proses audit.
Prosedur tetap disusun dengan
format sebagai berikut:
• Tujuan
: merupakan tujuan protap.
• Ruang lingkup : berisi pernyataan
tentang pelayanan yang dilakukan
dengan kompetensi yang
diharapkan.
• Hasil
: hal yang dicapai oleh pelayanan
yang diberikan dan
dinyatakan dalam bentuk yang dapat
diukur.
• Persyaratan
: hal hal yang diperlukan untuk
menunjang pelayanan.
• Proses
: berisi langkah-langkah pokok yang
perlu dilkuti
untuk penerapan standar.
• Sifat protap adalah spesifik
mengenai kefarmasian.
10
Page 22
BAB V
PEN U TU P
Dalam meningkatkan kualitas
pelayanan farmasi yang berasaskan
Pharmaceutical Care di apotek
dibutuhkan tenaga apoteker yang
profesional.
Dengan ditetapkannya Standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek ini
diharapkan
tujuan pelayanan farmasi dapat
dicapai secara maksimal. Standar ini
agar
disosialisasikan dan dimanfaatkan
semaksimal mungkin.
MENTERI KESEHATAN,
DR> ACHMAD SUJUDI
11
Page 23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992, Undang-undang Rl No.
23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
Depkes Rl, Jakarta
Anonim, 1993, Standards for Quality
of Pharmacy Services, Internat.
Pharm.
Fed., Tokyo
Anonim, 1996, Good Pharmacy
Practice in Community and Hospital
Pharmacy
Settings, WHO, Geneva
Anonim, 1996, Training for Trainers
on Communication Skills for
Pharmacists
and Pharmacy Staff, Ministry of
Health Singapore
Anonim, 1997, The Role of the
Pharmacist in Self care and Self
medication
Report of the 3rd WHO Consultative
Group on the Role of Pharmacist,
WHO,
Vancouver
Anonim, 1998, The Role of the
Pharmacist in Self care and Self
medication
Report of the 4th WHO Consultative
Group on the Role of Pharmacist,
Dept. of
Ess. Drug and other Med., WHO,
Geneva
Anonim, 1998, The Role of the
Pharmacist in Self care and Self
medication
Report of the 4th WHO Consultative
Group on the Role of Pharmacist,
Dept. of
Ess. Drug and other Med., WHO,
Vancouver
Anonim, 2002, Standar Kompetensi
Apoteker Komunitas, edisi II, BPP ISFI,
Jakarta
Anonim, YEAR, Pharmacist Patient
Consultation Progam, PPCP Unit 1, An
Interactive to verify Patient
Understanding, National Healthcare
Operation
Anonim, 1990, The Role of Pharmacist
in the Health Care System, WHO,
Geneva
Cohen, M.R., 1999, Medication Error,
APHA Foundation, Washington
Hicks, W.E. (ed.), 2000, Practice
Standard of ASHP 2000-2001, ASHP
Creative and Production Service Dev.,
Bethesda
Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle, R.,
1998, Pharmaceutical Care
Practice, Mc Graw Hill Co.,
West, D.S., Herbert, D.A., and
Knowlton, C.H., 2000, The Practice of
Community
Pharmacy, Remingtons Pharm. Sci.,
Pensylvania
12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar